BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anak adalah buah hati yang sangat dibanggakan setiap orang tua agar
mereka meraih keberhasilan di dalam hidupnya. Oleh karena itu, orang tua yang memahami
peran dan kewajibannya selalu memperjuangkan anak-anak mereka agar tidak
terjebak di jalan hidup yang salah. Segala cara dicoba, segala metode
diterapkan, kerja keras dan cerdas diupayakan, demi si anak merasakan
kebahagiaan ketika meraih kesuksesan.
Hal
yang sangat menyedihkan apabila anak-anak tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan yang salah. Hal yang sangat mengkhawatirkan apabila si anak
memperoleh pendidikan dari orang-orang yang tidak tepat. Dan, hal yang sangat
mengecewakan apabila si anak tidak pernah
merasakan keberhasilan, baik itu keberhasilan besar maupun kecil, di
sekolah maupun di dalam kehidupan yang lebih luas.
Oleh sebab itu, agar si anak meraih
kesuksesan sekarang dan di masa yang akan datang, orang tua wajib mendidik
mereka agar mereka pandai dalam berfikir, cerdas dalam bertindak serta memiliki
mental juara. Dengan demikian orang tua dibebani oleh tanggung jawab yang besar
untuk menanamkan dan membiasakan agar
anak tidak mudah menyerah, tangguh dalam
bersikap dan bertindak, serta jiwa kepemimpinan dalam diri anak-anak.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan metode pembiasaan?
2.
Bagaimana
bentuk-bentuk metode pembiasaan?
3.
Apa kekurangan
dan kelebihan metode pembiasaan?
4.
Bagaimana
penerapan metode pembiasaan terhadap anak usia dini?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian metode pembiasaan
2.
Memahami bentuk-bentuk
metode pembiasaan
3.
Mengetahui
kekurangan dan kelebihan metode pembiasaan
4.
Dapat
menerapkan metode pembiasaan terhadap
anak usia dini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Metode Pembiasaan
1. Pengertian
Metode Pembiasaan
Metode merupakan cara yang telah
teratur dan telah terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Menurut
pendapat Mahmud Yunus yang dikutip Armai Arief, metode adalah “Jalan yang
hendak ditempuh oleh seseorang supaya seseorang sampai pada tujuan tertentu,
baik dalam lingkungan perusahaan, perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan
dan lainnya”.
Secara etimologi, pembiasaan berasal
dari kata “biasa”. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, “biasa” berarti 1) Lazim
atau umum, 2) Seperti sedia kala, 3) Sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan
dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks “an” menunjukkan
arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat
sesuatu/seseorang menjadi terbiasa. Dalam kaitannya dengan metode pengajaran
pendidikan agama Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara
yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap, bertindak
sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Metode pembiasaan merupakan kegiatan
yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk melatih anak agar memiliki
kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang umumnya berhubungan dengan pengembangan
kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi pekerti, kemandirian,
penyesuaian diri, hidup bermasyarakat, dan lain sebagainya. Pembiasaan menurut
Zainal Aqib merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan perilaku anak,
yang meliputi perilaku keagamaan, sosial, emosional dan kemandirian. Pembiasaan
merupakan proses penanaman kebiasaan. Kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan
terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang
dilakukan secara berulang-ulang untuk hal yang sama. Pembiasaan adalah sesuatu yang
sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi
kebiasaan.
Pembiasaan sebenarnya berintikan
pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Metode
pembiasaan juga tergambar dalam Al-Qur’an dalam penjabaran materi pendidikan
melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk
merubah kebiasaan–kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia
sebagai sesuatu yang istimewa. Ia banyak sekali menghemat kekuatan manusia,
karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan
itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan,
berproduksi dan aktivitas lainnya.
Demikian halnya dengan cara mendidik
anak. Untuk dapat membina agar anak mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah
mungkin dengan menggunakan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu
membiasakannya untuk melakukan hal-hal yang baik yang diharapkan nanti dia akan
memiliki sifat itu, serta menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah
yang membuat dia cenderung untuk melakukan yang baik dan meninggalkan yang
buruk. Maka, semakin kecil umur anak, hendaknya semakin banyak latihan dan
pembiasaan agama dilakukan pada anak, dan semakin bertambah umur anak, maka hendaknya
semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Berdasarkan
pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembiasaan berarti cara
untuk melakukan suatu tindakan dengan teratur dan telah terpikir secara
baik-baik dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan
yang sulit untuk ditinggalkan.
2. Dasar
dan Tujuan Pembiasaan
Pendidikan agama Islam sebagai
pendidikan nilai maka perlu adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan
ajaran Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam
diri peserta didik, yang akhirnya akan dapat membentuk karakter yang Islami.
Nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus (sinergis)
dalam membentuk peserta didik yang berkualitas, di mana individu bukan hanya
mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya dengan
didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya.
Pembentukan karakter seseorang
(terutama peserta didik) bersifat tidak alamiah, sehingga dapat berubah dan
dibentuk sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pembiasaan dalam pendidikan
agama hendaknya dimulai sedini mungkin. Sebagaimana perintah Rasulullah SAW
kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak
mengerjakan sholat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Hal tersebut
berdasarkan hadits di bawah ini:
Artinya:
“Suruhlah anak-anak kalian untuk
melaksanakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka
apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah
tempat tidur mereka”. ( HR. Abu Dawud )
Membiasakan anak shalat, lebih-lebih
dilakukan secara berjamaah itu penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari
pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang
berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup
seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu seseorang
harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Mendidik anak dengan metode pembiasaan juga
didasarkan pada hadis nabi Muhammad saw, yang berbunyi :
“ Dari
Aisyah ra, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “ Amalan-amalan yang disukai
Allah adalah amalan-amalan yang dikerjakan secara langgeng (menjadi suatu
kebiasaan), walau amalan itu sedikit ” (HR. Muslim)
Merujuk pada hadits tersebut, maka
jelas bahwa dalam mendidik anak usia dini, metode pembiasaan positif sangat
tepat digunakan. Zakiah Darajat berpendapat: “ Orang tua adalah Pembina pribadi
yang utama dalam hidup anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka
merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak berlangsung dengan sendirinya akan
masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Ketika mencermati pendapat
tersebut, maka pendidikan anak usia dini dengan metode pembiasaan positif
sangatlah tepat karena pada masa ini anak sedang mengalami perkembangan yang
sangat pesat baik perkembangan fisik maupun psikisnya. Pada saat ini anak masih
mudah dipengaruhi dan diajak untuk membiasakan diri pada hal-hal yang baik. Sehingga
kebiasaan-kebiasaan yang telah ditanamkan sejak dini sangat melekat pada
dirinya dan dibawa sepanjang hidupnya.
Hal ini juga senada dengan pendapat
para tokoh pendidikan seperti John Locke yang terkenal dengan teori
“Tabularasa”nya yang menyampaikan bahwa manusia lahir itu seperti kertas putih
yang masih bersih sehingga tergantung dari orang tuanya akan menulisi apa. Menurutnya
segala sesuatu yang ada dalam pikirannya berasal dari pengalaman inderawi.
Artinya dengan pengamatan panca indera akan mengisi jiwa dengan kesan-kesan
yang dengan jalan sintesis, analisis, dan perbandingan diolah menjadi
pengetahuan. Adapun ciri dari didaktis John Locke adalah : 1) belajar seperti bermain,
2) mengajarkan mata pelajaran berturut-turut, tidak sama, 3) mengutamakan
pengalaman dan pengamatan, 4) mengutamakan budi pekerti. Beliau mementingkan
kepatuhan si anak. Dari permulaan atau sejak dini anak harus dibiasakan pada
hal-hal yang baik.
Pendidikan menurut John Locke
bersifat utilities, yang didasarkan atas dasar kegunaan. Beliau beranggapan
bahwa proses pendidikanlah yang memberi banyak hal kepada anak. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Ibnu Sina yang dikutip oleh Abudin Nata tentang metode
pengajaran terdapat metode pembiasaan dan teladan bagi anak. Beliau
menyampaikan bahwa pembiasaan adalah salah satu metode pengajaran yang paling
efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak. Cara tersebut secara umum dilakukan
dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak. Banyak
pendapat yang menyatakan bahwa pembiasaan positif yang ditanamkan sejak dini
sangat memberikan pengaruh positif pula pada masa yang akan datang. Sebagaimana
pepatah arab disebutkan :
yang
artinya adalah “ Barang siapa membiasakan
sesuatu di waktu mudanya maka di waktu tuanya akan menjadi kebiasaannya pula
“.
Yang
dimaksud pembiasaan disini adalah pembentukan keterampilan berucap, berbuat
sesuai dengan yang diajarkan agama. Pembiasaan ini mempunyai arti yang penting
karena merupakan sarana paling efektif guna pembentukan pribadi yang shaleh.
Lagi pula pada masa usia dini anak cenderung bersifat imitatif atau suka meniru
apa yang dilihat dan diketahui. Sehingga ketika yang dilihat dan diketahui oleh
anak itu adalah hal-hal yang baik dan dibiasakan sejak dini maka akan sangat
efektif bagi pembentukan pribadi yang baik.
Al-Ghazali mengatakan: ”Anak adalah
amanah orang tuanya. Hatinya yang bersih adalah permata berharga nan murni,
yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima setiap
tulisan dan cenderung pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena itu, jika
dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu maka
bahagialah ia di dunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala
bersama.”
Kutipan di atas memperjelas kedudukan
metode pembiasaan bagi perbaikan dan pembentukan akhlak melalui pembiasaan.
Dengan demikian pembiasaan yang dilakukan sejak dini akan berdampak besar
terhadap kepribadian /akhlak anak ketika mereka telah dewasa. Sebab pembiasan yang
telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi kebiasaan
yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat
baik dalam rangka mendidik moral dan akhlak anak.
3.
Bentuk-bentuk Pembiasaan
Pembiasaan merupakan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus dan dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga
menjadi kebiasaan yang baik. Pembiasaan ini meliputi aspek perkembangan moral dan
nilai-nilai agama, pengembangan sosio emosional dan kemandirian. Dari program
pengembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan dapat meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membantu terbinanya sikap anak yang
baik, dan dengan pengembangan sosio emosional anak diharapkan dapat memiliki
sikap membantu orang lain, dapat mengendalikan diri dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Adapun bentuk-bentuk pembiasaan pada anak dapat dilaksanakan
dengan cara berikut :
a. Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang
dilakukan di sekolah setiap hari, misalnya berbaris, berdo’a sebelum dan
sesudah melakukan kegiatan.
b. Kegiatan spontan adalah kegiatan yang
dilakukan secara spontan, misalnya meminta tolong dengan baik, menawarkan
bantuan dengan baik, dan menjenguk teman yang sakit.
c. Pemberian teladan adalah kegiatan
yang dilakukan dengan memberi teladan/contoh yang baik kepada anak, misalnya
memungut sampah di lingkungan sekolah dan sopan dalam bertutur kata.
d. Kegiatan terprogram adalah kegiatan
yang deprogram dalam kegiatan pembelajaran (program semester, SKM, dan SKH), misalnya
makan bersama dan menjaga kebersihan lingkungan sekolah.
4. Langkah-langkah pelaksanaan pembiasaan
Kebiasaan baik yang dibentuk dan
dikembangkan melalui proses pendidikan yang baik, misalnya kebiasaan dalam
berkomunikasi, pengaturan dan penggunaan waktu secara tepat, bersikap baik dan
tepat, memilih permainan dan menggunakan saran dengan tepat. Anak perlu dibiasakan
sejak dini untuk mengatur dan menggunakan waktu secara tepat, agar kelak bisa
menjadi orang disiplin dan bertanggung jawab. Pembiasaan sebaiknya ditanamkan
dari hal-hal kecil dan yang mudah dilakukan oleh anak usia dini. Misalnya
mengatur waktu antara menonton TV dengan
bermain, belajar, istirahat dan kegiatan-kegiatan yang lainnya. Apabila
kebiasaan ini sudah dimiliki oleh anak, maka anak sendiri akan menyesuaikan berbagai
tindakannya sehingga tidak saling merugikan atau menghambat. Agar pembiasaan
dapat segera tercapai dan hasilnya baik, maka harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat,
jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal
yang akan dibiasakan.
b.
Pembiasaan hendaknya dilakukan secara terus menerus (berulang-ulang) dijalankan
secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Tapi
juga butuh pengawasan dari orang tua, keluarga maupun pendidik.
c.
Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap
pendiriannya yang telah diambil. Jangan memberi kesempatan anak untuk melanggar
pembiasaan yang telah ditetapkan.
d.
Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis harus semakin menjadi pembiasaan yang
disertai kata hati anak itu sendiri. Kebiasaan lain perlu dipupuk dan dibentuk
adalah berkomunikasi dengan anggota keluarga, misalnya mendiskusikan hal-hal
yang mereka saksikan di lingkungan. Kebiasaan berkomunikasi dan berdiskusi akan
memupuk kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dan pengembangan diri. Dalam
hal ini orang tua mempunyai peran yang sangat besar dan penting terutama
melalui metode pembiasaan dan keteladanan.
Sedangkan upaya untuk memelihara kebiasaan
yang baik dilakukan dengan cara
a.
Melatihkan hingga benar-benar paham dan
bisa melakukan tanpa kesulitan.
Sesuatu
hal yang baru tentu tidak mudah dilakukan semua anak, maka pembiasaan bagi
mereka perlu dilakukan sampai anak dapat melakukan. Pendidik perlu membimbing
dan mengarahkan agar anak-anak mampu melakukan.
b.
Mengingatkan anak yang lupa
melakukan.
Anak-anak
perlu diingatkan dengan ramah jika lupa atau dengan sengaja tidak melakukan
kebiasaan positif yang telah diajarkan tapi jangan sampai mempermalukan anak.
Teguran sebaiknya dilakukan secara pribadi.
c.
Apresiasi pada masing-masing anak
secara pribadi
Pemberian
apresiasi dapat membuat anak senang, tetapi harus hati-hati agar tidak menimbulkan
kecemburuan pada anak yang lain.
d.
Hindarkan mencela pada anak
Guru
merupakan profesi yang professional, maka seluruh perilaku dalam mendidik anak
diupayakan agar menguntungkan bagi perkembangan anak dengan tidak mencela anak,
walau terdapat kesalahan atau kekurangan padanya.
5. Kelebihan
dan kekurangan metode pembiasaan
Pembiasaan merupakan metode yang
tepat diterapkan pada pendidikan anak usia dini, mengingat pada masa anak-anak
mudah diberi pengaruh dan mudah mengikuti apa yang diajarkan padanya. Namun demikian,
dalam setiap metode pembelajaran dalam pendidikan, tentu terdapat kelebihan dan
kekurangan. Sama halnya dengan metode pembiasaan terdapat kelebihan dan
kekurangan sebagai berikut:
1. Kelebihan
Kelebihan metode pembiasaan adalah:
a. Dapat menghemat waktu dan tenaga dengan baik
b. Pembiasaan
tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah saja tetapi juga berhubungan dengan
aspek batiniah.
c. Pembiasaan dalam sejarah
tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian
anak.
2. Kekurangan
Kekurangan pada penerapan
metode ini adalah membutuhkan pendidik yang benar-benar dapat dijadikan sebagai
contoh tauladan di dalam menanamkan suatu nilai kepada anak didik. Oleh karena
itu pendidik yang dibutuhkan dalam mengaplikasikan pendekatan ini adalah
dibutuhkannya pendidik pilihan yang benarbenar mampu menyelaraskan antara
perkataan dengan perbuatan. Sehingga tidak ada kesan bahwa pendidik hanya mampu
memberikan nilai saja tetapi tidak mampu mengamalkan nilai yang disampaikannya kepada
anak didik.
2.2
Metode
Pembiasaan Pada Pengembangan Moral Keagamaan
1. Pengertian moral keagamaan
Istilah moral kadang-kadang
dipergunakan sebagai kata yang sama dengan etika. Moral berasal dari bahas
Latin, mos (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores
(adat istiadat, tabiat, kelakuan, watak, akhlak, cara hidup). Secara etimologi
moral dan etika mempunyai arti yang sama karena keduanya berasal dari kata yang
mengandung arti adat kebiasaan. Sedangkan etika berasal dari bahasa Yunani
ethos (jamak: taetha). Moral diartikan sebagai nilai dan norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Pembentukan karakter seseorang (terutama peserta didik) bersifat tidak alamiyah, sehingga dapat berubah dan dibentuk sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kaidah umum dalam pembentukan karakter seperti diutarakan oleh Anis Matta adalah sebagai berikut :
a.
Kaidah
kebertahapan, proses perubahan, perbaikan, dan pengembangan harus dilakukan
secara bertahap.
b.
Kaidah
kesinambungan, anda harus tetap berlatih seberapapun kecilnya porsi latihan
tersebut, nilainya bukan pada besar kecilnya, tetapi pada kesinambungannya.
c.
Kaidah momentum,
pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan.
Misalnya menggunakan bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan
yang kuat, kedermawanan dan seterusnya.
d.
Kaidah motivasi
intrinsik, jangan pernah berfikir untuk memiliki karakter yang kuat dan
sempurna, jika dorongan itu benar-benar lahir dalam diri anda sendiri, atau
dari kesadaran anda akan hal itu.
e.
Kaidah
pembimbing, anda mungkin bisa melakukannya seorang diri, tetapi itu tidak akan
sempurna. Jadi, anda membutuhkan kawan yang berfungsi sebagai guru.
Dari kaidah di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa selain kebiasaan diberikan juga pengertian secara kontinu,
sedikit demi sedikit dengan tidak melupakan perkembangan jiwanya, dengan
melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter dengan
melihat nilai-nilai apa yang diajarkan serta bersikap tegas dengan memberikan
kejelasan sikap, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuatnya
dengan memberikan sangsi dengan kesalahannya dan juga tidak kalah pentingnya
dengan adanya teladan atau contoh yang diberikan.
2.
Bentuk-bentuk Moral Keagamaan
Bentuk-bentuk nilai moral yang
diterapkan pada anak adalah sebagai berikut :
a)
Religiusitas,
terdiri dari membiasakan anak berdoa sebelum dan sesudah melakukan suatu
perbuatan, membiasakan anak bersyukur, sikap toleran dan mendalami ajaran
agama.
b)
Sosialitas,
terdiri dari membiasakan anak hidup bersama, dan saling memperhatikan serta
tolong menolong.
c)
Gender, berupa
kesetaraan atau kesamaan dalam permainan anak.
d)
Keadilan, berupa
pemberian kesempatan yang sama pada anak baik dalam bermain dan belajar.
e)
Demokrasi,
berupa pemberian penghargaan terhadap imajinasi anak, dihargai dan diarahkan.
f)
Kejujuran,
berupa sikap menghargai milik orang lain.
g)
Kemandirian, berupa
sikap anak yang bisa melakukan kegiatan sendiri tanpa dibantu orang lain,
misalnya memakai baju, sepatu, makan dan minum, dsb. Serta sekolah tidak
ditunggui orang tua atau pengasuh.
h)
Daya juang,
terdiri dari rasa memupuk kemauan untuk mencapai tujuan, serta bersikap tidak
mudah menyerah. Bisa berupa kegiatan fisik, jalan-jalan.
i)
Tanggung jawab,
berupa kegiatan memakai dan membereskan alat permainannya sendiri.
j)
Penghargaan
terhadap lingkungan alam, berupa sikap anak yang memelihara tanaman atau bunga,
tidak membuang sampah sembarangan.
3. Langkah-langkah
untuk mengembangkan moral keagamaan
a.
Religiusitas
Religiusitas pada anak usia dini
dapat dikenalkan dengan cara membiasakan diri bersyukur dan berterima kasih
pada Tuhan Yang Maha Esa, akan membawa suasana hidup yang menyenangkan. Untuk melatih
hal ini sehingga menjadi suatu kebiasaan yang dapat dilakukan secara dini pada
masa pendidikan adalah dengan membiasakan berdoa sebelum atau sesudah melakukan
sesuatu. Misalnya, berdoa sebelum dan sesudah belajar, sebelum dan sesudah
makan, sebelum dan sesudah tidur, dsb.
b.
Sosialitas
Sosialitas pada anak usia dini dapat
diajarkan dengan cara sekolah menyediakan alat permainan yang jumlahnya teratas
untuk anak-anak. Selanjutnya guru mengajak anak mulai memperhatikan sesamanya,
mau berbagi dan menyadari bahwa dalam kehidupan bersama dalam masyarakat perlu
ada aturan, saling memperhatikan dan saling mendukung. Anak diajak bersikap
terbuka, rendah hati, saling menerima dan mau berbagi, serta tidak egois.
Langkah awal yang bisa dilakukan berupa sikap dan perilaku mau berbagi mainan
dengan teman, mau bergantian dengan teman, serta tidak asyik dengan kepentingan
dan kemauan dirinya sendiri.
c.
Gender
Pengenalan gender pada anak usia
dini perlu ditanamkan sejak dini, misalnya dengan cara disosialisasikan pada
anak melalui permainan dan kegiatan bersama yang tidak membedakan antara laki-laki
dengan perempuan.
d.
Keadilan
Nilai keadilan dapat ditanamkan pada
pendidikan anak usia dini dengan cara memberi kesempatan yang sama untuk semua
siswa baik laki-laki maupun perempuan untuk mengerjakan tugas yang diberikan
oleh guru, baik melalui kegiatan menyanyi, permainan, maupun tugas lain.
e. Demokrasi
Nilai demokrasi pada anak usia dini
dapat diajarkan melalui kegiatan menghargai perbedaan yang tahap demi tahap
harus diarahkan pada pertanggungjawaban yang benar dan sesuai dengan nalar
anak. Untuk memulainya di lingkungan sekolah, anak diberi kebebasan untuk
menggambar sesuai imajinasi dan kreativitasnya masing-masing, seperti apapun
hasilnya anak diberi apresiasi. Apresiasi yang diberikan merupakan bagian dari
penghargaan akan perbedaan.
f.
Kejujuran
Nilai kejujuran pada anak usia dini
dapat diajarkan melalui kegiatan keseharian yang sederhana dan sebagai suatu
kebiasaan, yaitu perilaku yang dapat membedakan milik pribadi dan milik orang
lain. Kemampuan dasar untuk membedakan merupakan dasar untuk bersikap jujur.
g.
Kemandirian
Kemandirian pada anak usia dini
dapat dibentuk melalui cara: memberi
anak-anak pilihan sesuai dengan minat masing-masing, menetapkan batasan-batasan
yang jelas, konsisten dan masuk akal tentang suatu pengertian. Kemudian
menerima irama anak-anak antara kebebasan dan ketergantungan, memfokuskan pada
manfaat ketika anak-anak mempraktikkan keterampilan baru bukan pada kesalahan
yang mereka lakukan, serta menetapkan harapan yang sesuai dengan kemampuan anak.
h.
Daya juang
Upaya menumbuhkan nilai daya juang
pada anak bisa dilakukan dengan mengajak anak jalan-jalan. Kemampuan menempuh jarak
tertentu menjadi dasar untuk mengembangkan daya juangnya. Melalui kegiatan ini
anak juga diajak mengenal alam sekitar dan cara hidup bersama di jalan umum
seperti: disiplin, tertib, hati-hati untuk keselamatan diri dan bersama,
menghargai kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Di samping itu
anak juga diajak mencintai dan mengakui kebesaran Allah yang menciptakan
keindahan alam semesta ini, serta berusaha mensyukuri nikmat yang diberikan dengan
cara menjaganya.
i.
Tanggung jawab
Nilai tanggungjawab pada anak usia
dini dapat dilakukan melalui kegiatan permainan atau tugas-tugas yang
menggunakan alat. Dengan cara memperkenalkan dan melatih tanggungjawab anak menjaga
alat permainannya. Selalu minta izin apabila meminjam barang milik temannya.
j.
Penghargaan terhadap lingkungan
alam
Penghargaan terhadap lingkungan alam
dapat ditumbuhkan dengan cara mengajak dan mengajari anak memelihara tanaman di
sekolah. Anak diajak berkebun, dan membuang sampah pada tempatnya. Pembentukan
sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman
sejak kecil. Pendidik/pembimbing utama dan pertama adalah orang tua, kemudian
guru. Semua pengalaman yang dilalui anak pada masa kecil merupakan unsur
terpenting dalam hidupnya. Sikap anak terhadap agama didapat melalui pengalaman
yang didapat dengan orang tua serta keluarga. Kemudian diperbaiki di sekolah.
Adapun latihan keagamaan yang
menyangkut akhlak dan ibadah sosial, sesuai dengan ajaran agama, jauh lebih
penting daripada penjelasan dengan kata-kata. Latihan disini dilakukan melalui
contoh yang diberikan oleh guru atau orang tua. Oleh karena itu, guru agama
hendaknya mempunyai kepribadian yang dapat mencerminkan ajaran agama, yang akan
diajarkan kepada anak didiknya, lalu sikapnya dalam melatih kebiasaan-kebiasaan
baik yang sesuai dengan ajaran agama itu, hendaknya menyenangkan dan tidak
kaku. Demikian halnya pada pengembangan
moral keagamaan pada anak, harus dilakukan dengan latihan-latihan langsung dan dibiasakan
untuk melakukan, sehingga nilai-nilai moral keagamaan tidak hanya sebatas
pengetahuan tentang apa dan bagaimana moral itu sendiri, tetapi bagaimana moral
keagamaan itu diterapkan dalam kehidupan seseorang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Metode pembiasaan
merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk
melatih anak agar memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang umumnya
berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi pekerti,
kemandirian, penyesuaian diri, hidup bermasyarakat, dan lain sebagainya
2.
Bentuk-bentuk
Pembiasaan pada anak dapat dilaksanakan dengan cara berikut :
a.
Kegiatan rutin
b. Kegiatan spontan
c.
Pemberian teladan
d.
Kegiatan terprogram
3. Kelebihan dan Kekurangan metode pembiasaan
a) Kelebihan
metode pembiasaan adalah:
ü Dapat
menghemat waktu dan tenaga dengan baik
ü Pembiasaan
tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah saja tetapi juga berhubungan dengan
aspek batiniah.
ü
Pembiasaan dalam
sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian
anak.
b)
Kekurangan pada
penerapan metode ini adalah membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat
dijadikan sebagai contoh tauladan di dalam menanamkan suatu nilai kepada anak
didik. Oleh karena itu pendidik yang dibutuhkan dalam mengaplikasikan pendekatan
ini adalah dibutuhkannya
4. Tahap-tahap penerapan metode
pembiasaan:
ü Melatihkan
hingga benar-benar paham dan bisa melakukan tanpa kesulitan.
ü Mengingatkan
anak yang lupa melakukan.
ü Apresiasi
pada masing-masing anak secara pribadi
ü Hindarkan
mencela pada anak
B.
Kritik dan Saran
Metode
pembiasaan merupakan salah satu metode dalam membiasakan diri pada anak agar
anak dapat terbiasa melakukan hal-hal baik sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
orang tua dan guru. Demikian makalah ini kami
tulis, semoga dapat bermanfaat. Tentunya makalah ini banyak sekali kekurangan
oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pembelajaran
Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002),hlm. 87.
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2005), hlm. 73.
Majid Abdul, Pendidikan Karakter Persfektif Islam,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
Komentar
Posting Komentar