BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara historis dan teologis, akhlak
dapat memandu perjalan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tidaklah
berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung
keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang
prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an kepada umat
manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan
keluhuran budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam
kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin
keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
Kebahagiaan yang ingin dicapai dengan
menjalankan Syari’ah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang
baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan,
ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, semua bukanlah merupakan
jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut. Timbulnya kesadaran akhlak dan
pendirian manusia terhadapnya adalah pangkalan yang menentukan corak hidup
manusia. Etika, moral dan susila adalah pola tindakan yang didasarkan nilai
mutlak kebaikan. Dalam makalah ini kami akan mencoba menguraikan secara jelas pengertian Akhlak, Etika, Moral dan Susila, serta manfaat
mempelajarinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari akhlak, etika, moral,dan susila ?
2. Apa tujuan dan objek kajian dari akhlak, etika, moral, dan susila ?
3. Apa manfaat mempelajari akhlak, etika moral, dan susila?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari akhlaak, etika, moral,dan susila
2. Mengetahui tujuan dan objek kajian dari akhlak, etika, moral, dan susila
3. Mengetauhi manfaat mempelajari akhlak, etika, moral,dan susila
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akhlak
Kata “Akhlak” berasal dari bahasa
arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan khalqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya
dengan khaliq خَالِقٌ yang berarti pencipta, demikian pula dengan akhluqun مَخْلُوْقٌ
yang berarti yang diciptakan.
Secara epistemologi atau istilah
akhlak bisa diartikan berbagai perspektif sesuai dengan para ahli tasawuf
diantaranya :
Ibnu Maskawaih
memberikan definisi sebagai berikut:
حَالً
لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ لهَاَ اِلَى اَفْعَالِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَرُوِيَّةٍ
Artinya:
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
Imam Al-Ghozali
mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:
اَلْخُلُقُ
عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةٍ فِى النَّفْسِ رَاسِخَةٍ عَنْهَا تَصْدُرُ اْلَافْعَالُ بِسُهُوْلَةٍ
وَيُسْرٍمِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ اِلَى فِكْرٍ وَرُوِيَّةٍ
Artinya:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
Artinya:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
Prof. Dr. Ahmad Amin
Memberikan
definisi, bahwa yang disebut akhlak “Adatul-Iradah” atau kehendak yang
dibiasakan. Definisi ini terdapat dalam suatu tulisannya yang berbunyi:
عَرَفَ بَعْضُهُمْ اْلخُلُقَ بِأَنَّهُ عَادَةُ اْلِارَادَةِ يَعْنِى أَنَّ اْلِإرَادَةَ اِذَا اعْتَادَتْ شَيْأً فَعَادَتُهَا هِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْخُلُقِ
Artinya:
“Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan akhlak.”
عَرَفَ بَعْضُهُمْ اْلخُلُقَ بِأَنَّهُ عَادَةُ اْلِارَادَةِ يَعْنِى أَنَّ اْلِإرَادَةَ اِذَا اعْتَادَتْ شَيْأً فَعَادَتُهَا هِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْخُلُقِ
Artinya:
“Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan akhlak.”
Makna
kata kehendak dan kata kebiasaan dalam penyataan tersebut dapat diartikan bahwa
kehendak adalah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang,
sedang kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan,
dan gabungan dari kekuatan dari kekuatan yang besar inilah dinamakan Akhlak.
Sekalipun
ketiga definisi akhlak diatas berbeda kata-katanya, tetapi sebenarnya tidak
berjauhan maksudnya, Bahkan berdekatan artinya satu dengan yang lain. Sehingga
Prof. Kh. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai
berikut:
“Kehendak
jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.
Dorongan
jiwa yang melahirkan perbuatan manusia pada dasarnya bersumber dari kekuatan
batin yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu :
1) Tabiat
(pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan
manusia, tetapi disebabkan oleh naluri(gharizah) dan factor warisan sifat-sifat
dari orang tuanya atau nenek moyangnya.
2) Akal
pikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah
melihat sesuatu, mendengarkanya, merasakan serta merabanya. Alat kejiwaan ini
hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata).
3) Hati
nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya berpengaruh oleh alat kejiwaan yang
dapat menilai hal-hal yang sifatnya abstrak (yang batin) karena dorongan ini
mendapatkan keterangan (ilham) dari allah swt.
Rasulullah sallallahu
'alaihi wa sallam bersabda
«إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ
الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ
الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَقِنِي سَيِّئَ
الْأَعْمَالِ وَسَيِّئَ الْأَخْلَاقِ لَا يَقِي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
"Sesungguhnya
salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam
tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan dan aku bagian dari orang
Islam, Ya Allah berilah aku amalan yang terbaik dan akhlak yang paling mulia,
tiada yang bisa memberi yang terbaik selain Engkau, dan lindungilah aku
dari amalan dan akhlak yang buruk, tidak ada yang bisa melindungiku dari
hal yang buruk selain Engkau". [Sunan An-Nasa'i: Sahih]
Hadits
tersebut menjelaskan betapa pentingnya akhlak mulia itu, terutama untuk umat
islam saat ini. Akhlak mulia merupakan cermin seorang muslim, mencerminkan
kesucian hati dan fikirannya, sedangkan akhlak buruk mencerminkaan seseorang
yang telah gelap hatinya sehingga ia tidak bisa menentukan mana yang
baik dan buruk baginya karena keburukan itu telah mendarah daging dalam
dirinya.
Beberapa
ciri-ciri khusus dari akhlak yaitu:
a. Akhlak
mempunyai suatu sifat yang tertanam kuat di dalam jiwa atau lubuk hati
seseorang yang menjadi kepribadiannya dan itu akan membuat berbeda dengan
orang lain.
b. Akhlak
mengandung perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam keadaan
bagaimana pun juga. Dengan kata lain akhlak merupakan adat kebiasaan yang
selalu dilakukan oleh seseorang.
c. Akhlak
mengandung perbuatan yang dilakukan karena kesadaran sendiri, bukan karena di
paksa, atau mendapatkan tekanan dan intimidasi dari orang lain.
d. Akhlak
merupakan manifestasi dari perbuatan yang tulus ikhlas, tidak di buat-buat.
B.
Pengertian Etika
Dari
segi etimologi (ilmu asal-usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari
pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya
menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah telah
dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut
pandangnya.
Ahmad Amin, misalnya mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Selanjutnya Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.
Pengertian etika lebih lanjut dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan perbuatan.
Ahmad Amin, misalnya mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Selanjutnya Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.
Pengertian etika lebih lanjut dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan perbuatan.
Dilihat dari segi obyek pembahasannya, etika
berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Dilihat dari segi
sumbernya, etika bersumber pada akal fikiran atau filsafat. Sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. tidaka
terbatas, dapat berubah, memilki kekurangan dan kelebihan. Selain itu etika juga
memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas prilaku manusia seperti ilmu
antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya.
Hal ini dimungkinkan, karena berbagai ilmu yang disebutkan itu sama-sama
memiliki obyek pembahasan yang sama dengan etika, yaitu perbuatan manusia.
Dilihat dari segi fungsinya, etika
berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik,
buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih
berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah prilaku yang dilaksanakan oleh
manusia. Peranan etika dalam hal ini tampak sebagai wasit atau hakim, dan bukan
sebagai pemain. Ia merupakan konsep atau pemikiran mengenai nilai-nilai untuk
digunakan dalam menentukan posisi atau status perbuatan yang dilakukan manusia.
Etika lebih mengacu kepada pengkajian system nilai-nilai yang ada. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat
relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntunan zaman.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berpikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan anthropocentris.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berpikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan anthropocentris.
C.
Pengertian Moral
Adapun
arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan.
Selanjutnya
moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan
tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah.
Jika
pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik
atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau
rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang
tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika
lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan
etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang
berkembang di masyarakat.
Dengan
demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku
manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Kesadaran
moral erat pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut
conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan
qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib
atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral
dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara
umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat
diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap
waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan
pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih
mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau
diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh
masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman.
Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional,
berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging
dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang
yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada
dorongan atau paksaan dari luar.
D. Kesusilaan
dan Kesopanan
Kesusilaan
berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “su” yang berarti lebih
baik, dan kata “sila” berarti prinsip atau aturan hidup. Jadi kesusilaan adalah
dasar-dasar aturan hidup yang lebih baik.
Sedangkan
kesopanan berasal dari bahasa Indonesia yang berasal dari kata sopan yang
artinya tenang, beradab, baik dan halus (perkataan ataupun perbuatan).
Istilah
Etika dan ilmu Akhlak adalah sama pengertianya sebagai suatu ilmu yang dapat
dijadikan pedoman bagi manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Sedangkan
istilah moral, kesusilaan, kesopanan, dan akhlaq sama pengertianya sebagai
suatu norma untuk menyatakan perbuatan manusia. Jadi istilah ini bukan suatu
ilmu tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.
Istilah
etika dan ilmu akhlaq dinyatakan sama bila ditinjau dari fungsinya. Tetapi bila
ditinjau dari segi sumber pokoknya maka tentu keduanya berbeda. Dimana etika
bersumber dari filsafat yunani, tetapi ilmu akhlak sumber pokoknya adalah
al-qur’an dan hadits dan sumber pengembangannya adalah filsafat.
Istilah
akhlaq dengan moral, kesusilaan dan kesopanan,dapat dilihat perbedaanya bila
dipandang dari objeknya di mana akhlaq menitikberatkan perbuatan terhadap tuhan
dan sesama manusia, sedangkan moral, kesusilan dan kesopanan hanya
menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlaq
sifatnya teosentris meskipun akhlaq itu ada yang tertuju kepada manusia dan
makluk-makluk lain,namun tujua utamanya hanya karena Allah swt semata. Tetapi
kesusilaan dan kesopanan semata-mata sasaran dan tujuanya untuk manusia saja
karena itu istilah tersebut bersifat antroposentris (kemanusian saja).
E. Manfaat
Mempelajari Ilmu Akhlak
Tujuan
mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan
sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya
sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim
termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada pemilik nya termasuk perbuatan
baik, sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk.
Mustafa
Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu ialah untuk membersihkan
kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehinggahati menjadi suci
bersih bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan. Keterangan
tersebut memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan
suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk
perbuatan baik atau buruk
Selanjutnya
ilmu akhlak juga menentukan kriteria perbuatan yang baik dan yang buruk, serta
perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan baik, dan perbuatan yang buruk itu,
dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan baik dan perbuatan yang
buruk. Selain itu ilmu akhlak berguna secara efektif dalam upaya membersihkan
diri manusia dalam perbuatan dosa dan maksiat.
Jika
tujuan ilmu akhlak tersebut tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan
batin yang yang pada gilirannya melahirkan perbuatan terpuji. Dengan perbuatan
terpuji ini, akan lahirlah keadaan masyarakat yang damai, sejahtera, harmoni
lahir dan batin, yang memungkinkan ia dapat beraktifitas guna mencapai
kebahagiaan hidup didunia dan juga di akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak
adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara spontan
tanpa pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur
paksaan. ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna
untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia,bagaimana cara berbuat
kebaikan dan menghindarkan keburukan Akhlak pun memiliki kaitan erat
dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan.
Akhirnya
dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila
dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang
dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut
sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman,
damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriyah.
Perbedaaan
antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian
baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila
berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran
yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah al-qur'an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral
dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih
banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat
praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan
susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk,
sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun
demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan
membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika,
moral dan susila berasala dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara
selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup
manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk
Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila berasal dari
manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
B.Saran
Ilmu
adalah imamnya semua amal ibadah, oleh karena itu kita diwajibkan senantiasa
menuntut ilmu hingga akhir hayat kita agar dengan ilmu amal ibadah kita menjadi
lebih baik. Begitupun dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu yang
didapat untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan dan dosen berupa
saran serta kritik ilmu yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin.
2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta Rajawali Pers, 1992), cet.I
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak ), (terj.) K.H. Farid Ma’ruf, dari judul asli, al-akhlaq, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), cet.III
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1979)
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1966), hlm.138.
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta Rajawali Pers, 1992), cet.I
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak ), (terj.) K.H. Farid Ma’ruf, dari judul asli, al-akhlaq, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), cet.III
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1979)
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1966), hlm.138.
Komentar
Posting Komentar